Puisi Nurani Tontonan
Karya Ane Fitria Eka Rahmadia
Di tengah amuknya kemajuan teknologi
Juga derasnya arus informasi
Membuat kita kehilangan simpati
Bahkan hingga tak ada lagi nurani
Pamer kekayaan jadi keharusan
Jual kemiskinan jadi konten harian
Demi adsense nan buat ngejar cuan
Setiap keadaan jadi postingan Instagram
Nyinyir atau kritik susah dibedakan
Kisruh dunia politik jadi bahan tontonan
Menjadi munafik sudah jadi kebiasaan
Gak mau diusik tapi sibuk ghibahan
Agama cuman sekedar cap saja
Tenggang rasa hanya jadi kata-kata
Yang banyak dan sama merasa berkuasa
Yang sedikit dan beda gak punya hak suara
Penjelasan puisi.
Puisi tersebut mengungkapkan keprihatinan terhadap kemajuan teknologi dan arus informasi yang terus meningkat dalam masyarakat saat ini. Puisi ini menggambarkan bagaimana hal-hal seperti kekayaan material dan popularitas di media sosial telah menggantikan simpati dan nurani kita. Masyarakat sering kali lebih tertarik pada pamer kekayaan dan menciptakan konten yang menghasilkan uang, daripada memperhatikan masalah kemiskinan atau isu-isu sosial yang lebih mendalam.
Puisi juga menyentuh pada hilangnya batas antara nyinyir dan kritik. Di tengah kisruh politik dan pertikaian, sulit untuk membedakan antara komentar yang tajam dan membangun dengan cacian yang tidak berarti. Orang-orang sering kali menjadi munafik, mengklaim bahwa mereka tidak ingin terlibat, tetapi pada saat yang sama terlibat dalam percakapan yang merugikan.
Agama dan rasa tenggang adalah hal-hal yang hanya diucapkan tanpa dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Puisi ini menyuarakan bahwa agama sering kali hanya menjadi cap atau identitas belaka, sementara rasa tenggang menjadi sekadar kata-kata yang tidak dijalankan dengan tindakan nyata. Puisi juga menunjukkan bahwa mayoritas yang merasa berkuasa seringkali mengabaikan suara minoritas yang berbeda.
Secara keseluruhan, puisi ini mengkritik konsumerisme, keserakahan, kekosongan moral, dan ketidakadilan sosial yang ada dalam masyarakat modern yang terus berkembang.